Selasa, 27 November 2007

ANTHURIUM : Yang Untung dan yang Buntung

Seseorang cerita via email di sebuah milis, bahwa ada seorang ibu yang memajang sebatang pohon anthurium (nggak tahu nama/jenis persisnya apa) dengan daun yang panjang-panjang lebih dari 1 meter, meminta tanamannya ditukar dengan sebuah mobil Avanza baru plus uang Rp 250.000.

Cerita via email itu adalah kelanjutan dari cerita-cerita seru mengenai hubungan antara manusia yang sedang kedanan kembang. Ada cerita seseorang petani yang menjual beberapa ekor sapinya, karena tergiur pada bisnis tanaman, seharga 32 juta rupiah, dibelikan dua batang pohon jenmanii, e … Besoknya tanaman kesayangannya itu dimakan kambing. Si petani jadi stres, masuk rumah sakit dan menghabiskan banyak uang lagi.

Oh ya … Seseorang di kota saya tinggal, mati gara-gara bisnis bunga ini lho … Seorang teman kantor cerita, bahwa sekarang pencurian bunga marak terjadi, dia cerita kalau di jalan XXX, ada seorang pebisnis bunga, yang ketika meninggal dunia, beberapa pot bunganya dicuri orang. Saya komentar, “Jangan-jangan meninggalnya karena bisnis bunganya itu …” Teman saya menjawab, “Ya, memang … Lha wong meninggalnya karena kecelakaan sewaktu pergi menengok bunga yang akan dibelinya.”

Ya, kembang menjadi komoditas yang sangat berharga, dan karena begitu berharganya, menjadi sangat merepotkan. Perlu dibelai-belai, dibersihkan, diamankan, bahkan disembunyikan dari pandangan orang yang lewat di dekat rumah, takut dicuri. Istri/suami dan anak pun kadang diabaikan karena sibuk bercengkerama dengan kembang. Ya kembang telah menjadi “selingkuhan” yang memberi kenikmatan tersendiri. Ini yang saya sebut “edan kembang” (bahkan teman saya ada yang bilang, “Kembange wong edan.”)

Saya jadi teringat kata-kata Ronggowarsito “… jamane jaman edan, yen ora edan ora keduman (jamannya jaman gila, kalau tidak ikut gila, tidak mendapat bagian).”

Atau … Saya juga merenung, apa ini yang disebut oleh orang Jawa sebagai “sugih tanpa bandha” (kaya tanpa harta) ya …? Punya kekayaan uang jutaan rupiah tetapi hanya berwujud daun.

Jadi ingat waktu kanak-kanak main “pasaran” dengan teman-teman, pura-pura jual-beli dengan uang-uangan dari daun-daun yang berbeda-beda warna dan ukurannya.

Tidak ada komentar: